Landasan Pemikiran
Pelepasan Tanah Adat Dari Masyarakat Ke Desa Dan Tim Pengelola Area Hutan Dasa
Lasikma Dan Usabiye
Sesuai dengan maksud dan tujuan ada 3 substansi
yang dijadikan landasan pemikiran. Tiga substansi tersebut adalah: (1)
pemerintah desa; (2) kinerja; dan (3) pembangunan. Pemerintahan
Desa menurut PP Nomor 72/ 2005 tentang Desa, adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah
Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui
dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Berdasarkan definisi tersebut ada dua komponen dalam pemerintahan
desa yakni: (1) pemerintah desa dan (2) Badan Permusyawaratan Desa.
Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan desa. Kepala Desa adalah pemimpin dari desa. Kepala
Desa merupakan pimpinan dari pemerintah desa. Sementara Badan Permusyawaratan
Desa atau BPD adalah lembaga yang merupakan
perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Desa
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan
asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati
dalam sistem Pemerintahan Indonesia.
Kinerja organisasi merupakan hasil interaksi
yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah individu dalam organisasi. Secara
umum faktor fisik dan non fisik sangat mempengaruhi. Berbagai kondisi
lingkungan fisik sangat mempengaruhi proses kerja. Kondisi lingkungan fisik
juga akan mempengaruhi berfungsinya faktor lingkungan non fisik. Pencapaian
kinerja menurut Davis (2002), dipengaruhi kemampuan (ability) dan
motivasi (motivation). Determinan kemampuan (ability) adalah
pengetahuan dan ketrampilan. Sementara motivasi (motivation) ditentukan
oleh faktor sikap dan situasi lingkungan kerja. Pengetahuan (knowledge)
lazimnya diukur melalui tingkat pendidikan.
Terkait dengan konsep pembangunan tersebut di
atas, pemerintah desa berkewajiban merencanakan dan melaksanakan pembangunan.
Perencanaan pembangunan desa menurut Permendagri 66 Tahun 2007, didasarkan
pada: (1) pemberdayaan, yaitu upaya untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian
masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; (2)
partisipatif, yaitu keikutsertaan dan keterlibatan masyarakat secara aktif
dalam proses pembangunan; (3) berpihak pada masyarakat, yaitu seluruh proses
pembangunan di pedesaan secara serius memberikan kesempatan yang
seluas-luasnya bagi masyarakat khususnya masyarakat miskin; (4) terbuka, yaitu
setiap proses tahapan perencanaan pembangunan dapat dilihat dan diketahui
secara langsung oleh seluruh masyarakat desa; (5) akuntabel, yaitu setiap
proses dan tahapan-tahapan kegiatan pembangunan dapat dipertanggungjawabkan
dengan benar, baik pada pemerintah di desa maupun pada masyarakat; (6) selektif,
yaitu semua masalah terseleksi dengan baik untuk mencapai hasil yang optimal;
(7) efisiensi dan efektif, yaitu pelaksanaan perencanaan kegiatan sesuai dengan
potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang tersedia; (8)
keberlanjutan, yaitu setiap proses dan tahapan kegiatan perencanaan harus
berjalan secara berkelanjutan; (9) cermat, yaitu data yang diperoleh cukup
obyektif, teliti, dapat dipercaya, dan menampung aspirasi masyarakat;
(10) proses berulang, yaitu pengkajian terhadap suatu masalah/hal
dilakukan secara berulang sehingga mendapatkan hasil yang terbaik; dan
(11) penggalian informasi, yaitu di dalam menemukan masalah dilakukan
penggalian informasi melalui alat kajian keadaan desa dengan sumber informasi
utama dari peserta musyawarah perencanaan. Tujuan akhir dari pembangunan
tersebut (pembangunan desa) adalah peningkatan dan pemerataan kesejahteraan
warga masyarakat desa.
Perkembangan Awal Hutan Desa
Mengacu pada penjelasan UU 41/1999 tentang Kehutanan, khususnya pada
penjelasan pasal 5, hutan desa adalah hutan negara yang dimanfaatkan oleh desa
untuk kesejahteraan masyarakat desa.
Selanjutnya di dalam PP 6/2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan, hutan desa didefinisikan sebagai hutan negara yang belum
dibebani izin atau hak yang dikelola oleh desa dan untuk kesejahteraan
desa.Berangkat dari dua definisi tersebut di atas, maka hutan desa yang
dimaksud itu tidak sepenuhnya mengacu pada pengertian hutan desa yang secara
historis pernah ada, yakni hutan yang diberikan oleh pemerintah kepada desa.
Dalam pengertian ini hutan desa adalah hutan milik desa. Di Jawa, hutan desa
semacam itu dikenal dengan istilah wengkon, yakni tanah pangkuan desa, atau
tanah milik desa. Sampai sejauh ini, di beberapa desa di Jawa, wengkon masih
bisa kita jumpai, meski sebagian besar wujudnya tidak dalam bentuk hutan, akan
tetapi berupa lahan-lahan pertanian atau kebun. Wengkon biasanya dimanfaatkan
untuk kepentingan pembangunan desa, termasuk di dalamnya jaminan kesejahteraan
perangkat desa.
Masalah
Ada fenomena yang
memberikan indikasi bahwa pembangunan desa tidak merata dan kurang efisien.
Kelemahan pembangunan desa ini dapat dicermati dari 2 sisi. Pertama, aparat
pemerintahan desa (human-actors) kadang-kadang menghadapi
ketidakberdayaan dalam menggalang kekuatan lokal dalam membangun kesadaran
kolektif, bagi perubahan sosial-ekonomi masyarakat. Kelembagaan pemerintahan
desa sering menghadapi persoalan kepercayaan (social trust) yang
diperlukan bagi perubahan kolektivitas sosial desa. Kedua, struktur
pemerintahan desa diantaranya menghadapi miskin inisiatif (poor initiative),
kurang kreatif untuk membangun sesuai dengan potensi, problema serta
kebutuhan di tingkat lokal. Kemiskinan gagasan tersebut telah menyebabkan
dampak terhadap kelembagaan pemerintahan desa berupa ketidakberdayaan untuk
berperan sebagai mesin perubahan sosial, local social change. (Dolfsma
and Verburg dalam Usman, 2005).
Tujuan
1.
Membangun model penataan dan pengelolaan
tanaman secara terpadu antara tanaman hutan dan perkebunan/buah-buahan,
palawija, dan peternakan sesuai dengan potensi lahan dengan sentuhan teknologi
tepat guna sehingga diperoleh hasil yang optimal dan stabilitas ekosistem yang
tinggi.
2.
Memberdayakan masyarakat desa melalui
pelibatan secara aktif dalam penataan dan pengelolaan hutan desa.
3.
Membangun kesadaran masyarakat desa
mengenai pentingnya konservasi sumberdaya genetik tanaman hutan untuk
kelangsungan hidup manusia.
Fungsi
Hutan yang ditetapkan sebagai Area Hutan Desa adalah sebagai berikut :
1. Funsi sebagai hutan lindung
2. Fungsi sebagai tempat penelitian dan
pengembangan ilmu
3. Funsi sebagai pariwisata alam
Profil
Desa
Program Hutan Desa berlokasi di Desa Lasikma dan Usabiye,
Kecamatan Abenaho, Kabupaten Yalimo. Desa Lasikma dan Usabiye merupakan sebuah
desa dengan tipologi lahan perbukitan, dengan ketinggian sekitar 1.321
m dpl. Secara gografis Kampung Lasikma dan Usabiye berada pada posisi koordinat
3°44´22.66" LS dan 139°16´41.42" LE. Jarak Desa Lasikma dan Usabiye dari ibu kota Kecamatan
sekitar 44 km dan dari ibu kota Kabupaten sekitar 22 km dengan kondisi jalan
tidak berasbal yang dapat dilalui oleh kendaraan beroda empat dan roda dua.
Jumlak kepala keluarga di desa lasikma sekitar 75 KK dan usabiye 64 KK, mata
pencaharian utama yaitu berkebun system berladangan berpindah dan berburu
sebagai sampingan serata meramu. Masyarakat lebih umum yang berdomisili di
wilayah ini benar-benar masyarakat (100%) punya lahan sendiri atau dusun.
pedagang, karyawan dan tukang.
Sebagain besar petan petani penggarap (tidak ada). Sedangkan lahan yang
kemiringannya curam umumnya ditutupi vegetasi pepohonan yang tinggi dan rimpun,
pekas lading di tumbuhi alang-alang lebih umum hutan sekunder 20% hutan Primer
80%.
Program
Hutan Desa Lasikma Dan Usabiye
Program
Hutan Desa merupakan inisiatif dan gagasan dari masyarakat desa Lasikma dan Usabiye
kecamatan Abenaho kabupaten Yalimo yang mengintegrasikan kegiatan penanaman
tanaman hutan dengan pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan hidup desa.
Kegiatan dalam program hutan desa mencakup pembuatan demplot terpadu dengan
mengintroduksi tanaman hutan, perkebunan, palawija. Tanah milik desa yang
dimanfaatkan untuk menunjang kebutuhan hidup aparatur desa, seluas ± 20 ha.
Agar program ini lebih berdaya guna, selain menanam tanaman hutan juga
disinkronkan/diarahkan dengan kegiatan para petani untuk bisa menjamin
kebutuhan dasar hidup mereka sehari-hari secara lebih stabil dan
berkesinambungan. Melalui demplot Hutan Desa ini, diharapkan juga dapat
dipelajari berbagai aspek teknis pengintegrasian kegiatan masyarakat petani
sehari-hari dengan pembangunan hutan desa, pengelolaan hutan, termasuk
aspek-aspek silvikultur, konservasi tanah dan air, pelestarian alam,
perlindungan hutan, perkembangan riap pertumbuhan serta potensi program
pembangunan hutan desa terpadu berwawasan l ingkungan sebagai motor penggerak pembangunan
berkelanjutan. Koleksi vegetasi buatan
yang ada dalam hutan desa juga dapat dimanfaatkan untuk melaksanakan program
pemuliaan dan konservasi. Kawasan ini juga dapat dipergunakan lebih lanjut
sebagai kawasan untuk menerapkan berbagai hasil penelitian, percobaan dan
pembangunan petak percontohan dalam upaya menentukan system pengelolaan hutan
lestari bersama masyarakat.
Langka
awal Kepala Kampung Lasikma dan Usabiye
Pada tanggal 24 Juli Tahun 2013 masyarakat melepaskan tanah adat
kepada kedua kepala Kampung dan Tim yaitu Kepala Kampung Lasikma (Defulus Daby)
dan Kepala Kampung Usabiye (Yosia Mabel) dan Tim Pengelola (Hermanus
Mabel,S.Hut), terkait dalam kegiatan sosialisasi oleh Tim Mahasiswa Fakultas
Kehutanan Universitas Negeri Papua. Masyarakat sangat mengerti dengan kegiatan
yang dilakukan oleh mahasiswa yaitu pemahaman umum tentang kehutanan bagi
masyarakat di Distri Elelim dan Distrik Abenaho dengan Tema : Pengelolaan Pemanfaatan dan Perlindungan Hutan Secara Lestari.
Pada momen tersebut masyarakat bersama tim dan utusan dari Dinas Kehutanan Dan
Perkebunan Kabupaten Yalimo, Bapak Pendamping Kegiatan( Hans F.Z.
Peday,S.Hut,M.Si) perwakilan Fakultas Kehutanan UNIPA dan mahasiswa sudah
melakukan penyerahan bibit sekaligus penanaman simbolis pada lokasi KM-109
kampung Usabiye. Masyarakat melepaskan tanah adat untuk kepentingan
pengembangan hutan desa itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar