Rabu, 19 Maret 2014

PELEPASAN TANAH ADAT OLEH MASYARAKAT LASIKMA DAN USABIYE KAUPATEN YALIMO



Landasan Pemikiran Pelepasan Tanah Adat Dari Masyarakat Ke Desa Dan Tim Pengelola Area Hutan Dasa Lasikma Dan Usabiye

Sesuai dengan maksud dan tujuan ada 3 substansi yang dijadikan landasan pemikiran. Tiga substansi tersebut adalah: (1) pemerintah desa; (2) kinerja; dan (3) pembangunan. Pemerintahan  Desa  menurut PP Nomor 72/ 2005 tentang Desa, adalah  penyelenggaraan  urusan pemerintahan  oleh Pemerintah  Desa  dan  Badan Permusyawaratan  Desa  dalam  mengatur  dan  mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat  istiadat  setempat  yang  diakui  dan  dihormati  dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan definisi tersebut ada dua komponen dalam pemerintahan desa yakni: (1) pemerintah desa dan (2) Badan Permusyawaratan  Desa. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Kepala Desa adalah pemimpin dari desa. Kepala Desa merupakan pimpinan dari pemerintah desa. Sementara Badan  Permusyawaratan  Desa  atau  BPD  adalah  lembaga  yang merupakan  perwujudan  demokrasi  dalam  penyelenggaraan pemerintahan  desa  sebagai  unsur  penyelenggara pemerintahan desa. Desa adalah  kesatuan  masyarakat  hukum  yang memiliki  batas-batas  wilayah  yang  berwenang  untuk mengatur  dan mengurus  kepentingan  masyarakat  setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan  dihormati  dalam  sistem  Pemerintahan  Indonesia.
Kinerja organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah individu dalam organisasi. Secara umum faktor fisik dan non fisik sangat mempengaruhi. Berbagai kondisi lingkungan fisik sangat mempengaruhi proses kerja. Kondisi lingkungan fisik juga akan mempengaruhi berfungsinya faktor lingkungan non fisik. Pencapaian kinerja menurut Davis (2002), dipengaruhi kemampuan (ability) dan motivasi (motivation). Determinan kemampuan (ability) adalah pengetahuan dan ketrampilan. Sementara motivasi (motivation) ditentukan oleh faktor sikap dan situasi lingkungan kerja. Pengetahuan (knowledge) lazimnya diukur melalui tingkat pendidikan.
Terkait dengan konsep pembangunan tersebut di atas, pemerintah desa berkewajiban merencanakan dan melaksanakan pembangunan. Perencanaan pembangunan desa menurut Permendagri 66 Tahun 2007, didasarkan pada: (1) pemberdayaan, yaitu upaya untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; (2) partisipatif, yaitu keikutsertaan dan keterlibatan masyarakat secara aktif dalam proses pembangunan; (3) berpihak pada masyarakat, yaitu seluruh proses pembangunan di pedesaan secara serius memberikan kesempatan  yang seluas-luasnya bagi masyarakat khususnya masyarakat miskin; (4) terbuka, yaitu setiap proses tahapan perencanaan pembangunan dapat dilihat dan diketahui secara langsung oleh seluruh masyarakat desa; (5)  akuntabel, yaitu setiap proses dan tahapan-tahapan kegiatan pembangunan dapat dipertanggungjawabkan dengan benar, baik pada pemerintah di desa maupun pada masyarakat; (6) selektif, yaitu semua masalah terseleksi dengan baik untuk mencapai hasil yang optimal; (7) efisiensi dan efektif, yaitu pelaksanaan perencanaan kegiatan sesuai dengan potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang tersedia; (8)  keberlanjutan, yaitu setiap proses dan tahapan kegiatan perencanaan harus berjalan secara berkelanjutan; (9) cermat, yaitu data yang diperoleh cukup obyektif, teliti, dapat dipercaya, dan menampung aspirasi masyarakat; (10)  proses berulang, yaitu pengkajian terhadap suatu masalah/hal dilakukan secara berulang sehingga mendapatkan hasil yang terbaik; dan (11)  penggalian informasi, yaitu di dalam menemukan masalah dilakukan penggalian informasi melalui alat kajian keadaan desa dengan sumber informasi utama dari peserta musyawarah perencanaan. Tujuan akhir dari pembangunan tersebut (pembangunan desa) adalah peningkatan dan pemerataan kesejahteraan warga masyarakat desa.

Perkembangan Awal Hutan Desa
Mengacu pada penjelasan UU 41/1999 tentang Kehutanan, khususnya pada penjelasan pasal 5, hutan desa adalah hutan negara yang dimanfaatkan oleh desa untuk kesejahteraan masyarakat desa.   Selanjutnya di dalam PP 6/2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, hutan desa didefinisikan sebagai hutan negara yang belum dibebani izin atau hak yang dikelola oleh desa dan untuk kesejahteraan desa.Berangkat dari dua definisi tersebut di atas, maka hutan desa yang dimaksud itu tidak sepenuhnya mengacu pada pengertian hutan desa yang secara historis pernah ada, yakni hutan yang diberikan oleh pemerintah kepada desa. Dalam pengertian ini hutan desa adalah hutan milik desa. Di Jawa, hutan desa semacam itu dikenal dengan istilah wengkon, yakni tanah pangkuan desa, atau tanah milik desa. Sampai sejauh ini, di beberapa desa di Jawa, wengkon masih bisa kita jumpai, meski sebagian besar wujudnya tidak dalam bentuk hutan, akan tetapi berupa lahan-lahan pertanian atau kebun. Wengkon biasanya dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan desa, termasuk di dalamnya jaminan kesejahteraan perangkat desa.
Masalah
Ada fenomena yang memberikan indikasi bahwa pembangunan desa tidak merata dan kurang efisien. Kelemahan pembangunan desa ini dapat dicermati dari 2 sisi. Pertama, aparat pemerintahan desa (human-actors) kadang-kadang menghadapi ketidakberdayaan dalam menggalang kekuatan lokal dalam membangun kesadaran kolektif, bagi perubahan sosial-ekonomi masyarakat. Kelembagaan pemerintahan desa sering menghadapi persoalan kepercayaan (social trust) yang diperlukan bagi perubahan kolektivitas sosial desa. Kedua, struktur pemerintahan desa diantaranya menghadapi miskin inisiatif (poor initiative), kurang kreatif  untuk membangun sesuai dengan potensi, problema serta kebutuhan di tingkat lokal. Kemiskinan gagasan tersebut telah menyebabkan dampak terhadap kelembagaan pemerintahan desa berupa ketidakberdayaan untuk berperan sebagai mesin perubahan sosial, local social change. (Dolfsma and Verburg dalam Usman, 2005).
Tujuan
1.      Membangun model penataan dan pengelolaan tanaman secara terpadu antara tanaman hutan dan perkebunan/buah-buahan, palawija, dan peternakan sesuai dengan potensi lahan dengan sentuhan teknologi tepat guna sehingga diperoleh hasil yang optimal dan stabilitas ekosistem yang tinggi.
2.      Memberdayakan masyarakat desa melalui pelibatan secara aktif dalam penataan dan pengelolaan hutan desa.
3.      Membangun kesadaran masyarakat desa mengenai pentingnya konservasi sumberdaya genetik tanaman hutan untuk kelangsungan hidup manusia.
Fungsi Hutan yang ditetapkan sebagai Area Hutan Desa adalah sebagai berikut :
1.      Funsi sebagai hutan lindung
2.      Fungsi sebagai tempat penelitian dan pengembangan ilmu
3.      Funsi sebagai pariwisata alam

Profil Desa
Program Hutan Desa berlokasi di Desa Lasikma dan Usabiye, Kecamatan Abenaho, Kabupaten Yalimo. Desa Lasikma dan Usabiye merupakan sebuah desa dengan tipologi lahan perbukitan, dengan ketinggian sekitar 1.321 m dpl. Secara gografis Kampung Lasikma dan Usabiye berada pada posisi koordinat 3°44´22.66" LS dan 139°16´41.42" LE. Jarak Desa Lasikma dan Usabiye dari ibu kota Kecamatan sekitar 44 km dan dari ibu kota Kabupaten sekitar 22 km dengan kondisi jalan tidak berasbal yang dapat dilalui oleh kendaraan beroda empat dan roda dua. Jumlak kepala keluarga di desa lasikma sekitar 75 KK dan usabiye 64 KK, mata pencaharian utama yaitu berkebun system berladangan berpindah dan berburu sebagai sampingan serata meramu. Masyarakat lebih umum yang berdomisili di wilayah ini benar-benar masyarakat (100%) punya lahan sendiri atau dusun. pedagang, karyawan dan tukang. Sebagain besar petan petani penggarap (tidak ada). Sedangkan lahan yang kemiringannya curam umumnya ditutupi vegetasi pepohonan yang tinggi dan rimpun, pekas lading di tumbuhi alang-alang lebih umum hutan sekunder 20% hutan Primer 80%.

Program Hutan Desa Lasikma Dan Usabiye
Program Hutan Desa merupakan inisiatif dan gagasan dari masyarakat desa Lasikma dan Usabiye kecamatan Abenaho kabupaten Yalimo yang mengintegrasikan kegiatan penanaman tanaman hutan dengan pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan hidup desa. Kegiatan dalam program hutan desa mencakup pembuatan demplot terpadu dengan mengintroduksi tanaman hutan, perkebunan, palawija. Tanah milik desa yang dimanfaatkan untuk menunjang kebutuhan hidup aparatur desa, seluas ± 20 ha. Agar program ini lebih berdaya guna, selain menanam tanaman hutan juga disinkronkan/diarahkan dengan kegiatan para petani untuk bisa menjamin kebutuhan dasar hidup mereka sehari-hari secara lebih stabil dan berkesinambungan. Melalui demplot Hutan Desa ini, diharapkan juga dapat dipelajari berbagai aspek teknis pengintegrasian kegiatan masyarakat petani sehari-hari dengan pembangunan hutan desa, pengelolaan hutan, termasuk aspek-aspek silvikultur, konservasi tanah dan air, pelestarian alam, perlindungan hutan, perkembangan riap pertumbuhan serta potensi program pembangunan hutan desa terpadu berwawasan l ingkungan sebagai motor penggerak pembangunan berkelanjutan. Koleksi vegetasi  buatan yang ada dalam hutan desa juga dapat dimanfaatkan untuk melaksanakan program pemuliaan dan konservasi. Kawasan ini juga dapat dipergunakan lebih lanjut sebagai kawasan untuk menerapkan berbagai hasil penelitian, percobaan dan pembangunan petak percontohan dalam upaya menentukan system pengelolaan hutan lestari bersama masyarakat.
Langka awal Kepala Kampung Lasikma dan Usabiye
Pada tanggal 24 Juli  Tahun 2013 masyarakat melepaskan tanah adat kepada kedua kepala Kampung dan Tim yaitu Kepala Kampung Lasikma (Defulus Daby) dan Kepala Kampung Usabiye (Yosia Mabel) dan Tim Pengelola (Hermanus Mabel,S.Hut), terkait dalam kegiatan sosialisasi oleh Tim Mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Negeri Papua. Masyarakat sangat mengerti dengan kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa yaitu pemahaman umum tentang kehutanan bagi masyarakat di Distri Elelim dan Distrik Abenaho dengan Tema : Pengelolaan Pemanfaatan dan Perlindungan Hutan Secara Lestari. Pada momen tersebut masyarakat bersama tim dan utusan dari Dinas Kehutanan Dan Perkebunan Kabupaten Yalimo, Bapak Pendamping Kegiatan( Hans F.Z. Peday,S.Hut,M.Si) perwakilan Fakultas Kehutanan UNIPA dan mahasiswa sudah melakukan penyerahan bibit sekaligus penanaman simbolis pada lokasi KM-109 kampung Usabiye. Masyarakat melepaskan tanah adat untuk kepentingan pengembangan hutan desa itu sendiri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar