MAKALAH
TANTANGAN
PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
OLEH
NAMA
: HERMANUS MABEL
NIM : 200746030
`
PROGRAM
STUDI MANAJEMEN HUTAN
MINAT
KONSERVASI SUMBER DAYA HUTAN
FAKULTAS
KEHUTANAN
UNIVERSITAS
NEGERI PAPUA
MANOKWARI
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Seperti telah kita ketahui bersama, bahwa hutan merupakan
paru-paru bumi satwa hidup,
pohon-pohon, hasil tambang dan berbagai
sumber daya lainnya yang bisa kita dapatkan dari hutan yang tak ternilai
harganya bagi manusia. Hutan juga merupakan sumberdaya alam yang
memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan manusia, baik manfaat tangible yang dirasakan secara langsung,
maupun intangible yang dirasakan secara tidak langsung. Manfaat langsung seperti penyediaan kayu,
satwa, dan hasil tambang. Sedangkan manfaat tidak langsung
seperti manfaat rekreasi, perlindungan dan pengaturan tata air,
pencegahan erosi. Keberadaan hutan, dalam hal
ini daya dukung hutan terhadap segala aspek kehidupan manusia, satwa dan
tumbuhan sangat ditentukan pada tinggi endahnya kesadaran manusia akan arti
penting hutan di dalam pemanfaatan dan
pengelolaan hutan. Hutan menjadi
media hubungan timbal balik antara manusia dan makhluk hidup lainnya
dengan faktor-faktor alam yang terdiri
dari proses ekologi dan merupakan suatu
kesatuan siklus yang dapat
mendukung kehidupan
(Reksohadiprojo, 2000).
Mengingat
pentingnya arti hutan bagi masyarakat, maka peranan dan Fungsi hutan
tersebut perlu dikaji lebih lanjut. Pemanfaatan sumberdaya alam hutan apabila
dilakukan sesuai dengan fungsi yang terkandung
di dalamnya, seperti adanya fungsi lindung, fungsi suaka, fungsi
produksi, fungsi wisata dengan dukungan kemampuan pengembangan sumberdaya manusia, ilmu
pengetahuan dan teknologi, akan sesuai dengan hasil yang ingin dicapai.
B. TUJUAN
Kelestarian ekosistem hutan bertujuan memberikan arah
pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan
aspek ekonomi, ekologi dan sosial secara proporsional dan profesional. serta
bertujuan untuk meningkatkan peran dan
tanggung jawab pengelolaan secara
lestari. hutan dan pihak
yang berkepentingan terhadap
keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan, kelestaria ekosistem dilaksanakan di
dalam dan di luar kawasan hutan dengan
mempertimbangkan skala prioritas
berdasarkan perencanaan partisipatif. Kelestarian ekosistem hutan yang dilaksanakan di dalam kawasan hutan
tidak bertujuan untuk mengubah status kawasan hutan, fungsi hutan dan
status tanah negara.
C.
MASALAH
Adapun masalah yang dihadapi dilapangan antara masyarakat
dan pemerintah sebagai berikut :
- Keterlibatan belum optimal.
- Masih pada posisi obyek bukan sebagai subyek (sebagai pekerja).
- Belum ikut dalam proses pembuatan
- kebijakan dan keputusan.
- Tidak memberikan kesejahteraan
- Tidak merasa memiliki atas berbagai kebijakan dan program.
- Tidak merasa berkewajiban untuk menjaga dan memiliki hutan.
- MA kehilangan Sense of responsibility dan Sense of owership atas kebijakan dan program pembangunan Hutan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Definisi dan Pengertian Hutan
Hutan secara
konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)
Undang-undang
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut
Undang-
undang tersebut, Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan
berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.
Dari definisi hutan yang disebutkan, terdapat unsur-unsur
yang meliputi :
a. Suatu kesatuan ekosistem
b. Berupa hamparan lahan
c. Berisi
sumberdaya alam hayati beserta alam lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang
lainnya.
B.
STATUS DAN FUNGSI HUTAN
Status
Dan Fungsi Hutan seperti diatur dalam UU
Kehutanan No 41/1999.
(1) Hutan
berdasarkan statusnya terdiri dari:
a.
hutan negara, dan
b.
hutan hak.
(2)
Hutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, dapat berupa hutan adat.
(3)
Pemerintah menetapkan status hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2); dan hutan adat ditetapkan sepanjang
kenyataannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan masih ada dan diakui
keberadaannya.
(4)
Apabila dalam perkembangannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan tidak ada
lagi, maka hak pengelolaan hutan
adat kembali kepada Pemerintah.
(1) Hutan mempunyai tiga fungsi, yaitu:
a.
fungsi konservasi
b.
fungsi lindung, dan
c.
fungsi produksi.
(2) Pemerintah
menetapkan hutan berdasarkan fungsi pokok sebagai berikut:
a.
hutan konservasi,
b.
hutan lindung, dan
c.
hutan produksi.
Hutan konservasi terdiri dari:
a.
kawasan hutan suaka alam,
b.
kawasan hutan pelestarian alam, dan
c.
taman buru.
Fungsi
hutan tidak tergantung kepada pemilikan lahan, melainkan kepada sifat fisik
lahan, vegetasi, dan budaya.
Lahan hutan milik dengan kelerengan sangat curam (>40%) di Indonesia harus
dialokasikan sebagai kawasan
lindung, walaupun merupakan hutan milik, atau walaupun berada di tengah hutan
produksi. Dari
penjelasan di atas dapat dilihat bahwa sistem silvikultur ditetapkan per
tegakan, dan urutan kegiatan perumusan silvikultur adalah sebagai berikut:
(1)
berdasarkan jenis tanah, kemiringan lapangan, posisi dari perairan umum
menentukan fungsi hutan,
(2) berdasarkan tujuan pengusahaan:
menetapkan sistem silvikultur,
(3) Berdasarkan kondisi vegetasi
pokok: menentukan perlakuan silvikultur.
Mengapa
petak dibentuk? Petak dibentuk sebagai unit administrasi terkecil. Segala
catatan: siapa yang melakukan, berapa biaya dan hasil, mengapa dilakukan, kapan
dilakukan, berapa luas, di mana, semuanya dirinci dan dicatat per petak, bukan
per anak petak. Catatan pengelolaan hutan secara rinsi dikumpulkan dalam buku
C.
MASALAH
Indonesia sangatlah kaya akan
berbagai sumber daya alam, termasuk keanekaragaman
hayati yang terkandung di dalamnya.
Sumber daya alam yang tersebar di berbagai wilayah
Indonesia tersebut disadari suatu
ketika akan habis dan punah jika pengelolaannya
dilakukan secara tidak lestari dan
berkelanjutan.
Dalam rangka melestarikan dan mengupayakan
pemanfaatan sumber daya alam tersebut
dilakukan secara berkelanjutan --
dimana generasi masa yang akan datang berkesempatan
mewarisi sumber daya alam yang
masih baik, maka pengelolaan sumber daya alam
ditujukan pada dua (2) hal yaitu
pertama, pemanfaatan atau eksploitasi sumber daya alam
dan kedua, perlindungan atau
konservasi.
Berbagai kebijakan dibuat oleh
pemerintah antara lain dengan menetapkan kawasan-
kawasan tertentu yang dapat
dijadikan sebagai kawasan yang dapat dieksplotasi, dan
kawasan-kawasan yang harus
dilindungi. Namun bukan berarti kawasan-kawasan tertentu
yang telah ditetapkan sebagai
kawasan yang dapat dieksploitasi, baik eksploitasi sumber
daya alam hutan, tambang, minyak
dan gas, ataupun sumber daya laut, dapat dieksploitasi
dengan semena-mena dan melupakan
perhatian aspek daya dukung lingkungan,
kerusakan lahan, maupun upaya-upaya
rehabilitasi.
Sementara itu dalam rangka
perlindungan, berbagai kawasan kemudian ditetapkan
sebagai kawasan lindung ataupun
kawasan konservasi seperti hutan lindung, kawasan
bergambut, kawasan resapan air,
sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar
danau/waduk, kawasan sekitar mata
air, kawasan suaka alam (termasuk, cagar alam),
kawasan suaka alam laut dan
lainnya, mangrove, taman nasional, taman hutan raya,
taman wisata alam, kawasan cagar
budaya dan ilmu pengetahuan, kawasan rawan
bencana alam. Kawasan-kawasan
tersebut tidak hanya terdapat di wilayah
daratan
dengan luas 16,2 juta hektar akan
tetapi juga meliputi wilayah pesisir pantai dan laut yang
mencapai luas 3,2 juta hektar
1habis, sementara suksesi sumber
daya alam yang dapat diperbaharui -- yang telah
dieksploitasi -- membutuhkan waktu
lama untuk dapat diperbaharui kembali.
Ancaman tidak hanya muncul terhadap
kawasan-kawasan yang dianggap sebagai kawasan
yang telah ditetapkan sebagai
kawasan eksploitasi saja, akan tetapi juga tertuju kepada
kawasan-kawasan yang ditetapkan dan
ditunjuk sebagai kawasan lindung ataupun
kawasan konservasi. Ancaman
tersebut, disamping disebabkan oleh pertumbuhan
penduduk, juga disebabkan oleh
perusakan langsung, konversi lahan, penangkapan secara
berlebihan spesies tertentu ataupun
pengenalan spesies eksotik. Untuk kawasan
konservasi di Indonesia, ancaman
yang juga besar adalah kebakaran hutan yang terjadi
setiap tahunnya. Pada tahun
1997-1998 misalnya kebakaran hutan telah menyebabkan
627.280 hektar lahan terbakar
musnah oleh api. Pada tahun 1983, kebakaran tersebut
bahkan pernah mencapai 3,6 juta
hektar hutan yang 496.000 hektar diantaranya adalah
kawasan lindung atau kawasan
konservasi
Banyak kritik yang muncul terhadap
keseriusan pemerintah selama ini dalam mengelola
kawasan konservasi. Hal ini
disebabkan karena berbagai kebijakan dan peraturan
perundang-undangan yang ada justru
memberi legitimasi eksploitasi sumber daya alam
secara besar-besaran, sementara
upaya perlindungan dan konservasi bukanlah merupakan
prioritas yang setara. Oleh
karenanya ada kesan bahwa kebijakan dan peraturan yang
berkaitan dengan pengelolaan
kawasan konservasi seolah aturan pelengkap, dan bukan
memainkan peran sebagaimana misi
sebenarnya.
Pemerintah kerap menyebut berbagai
hambatan yang dihadapi seperti luasnya cakupan
dan sebaran kawasan konservasi dan
terbatasnya sumber daya manusia maupun dana,
sehingga pengelolaan kawasan
konservasi yang dilakukan selama ini
berjalan agak
tersendat. Namun jika dilihat
persoalan mendasar lainnya, adalah kuatnya ego sektoral,
baik di dalam (intern) departemen
yang membawahi pengelolaan kawasan konservasi
sendiri (Departemen Kehutanan dan
Perkebunan) maupun dari departemen lain yang
berkepentingan untuk
mengeksploitasi kawasan konservasi. Faktor yang juga sangat
berpengaruh adalah pengelolaan yang
sentralistik dan tidak diakomodirnya peran serta
masyarakat -- sebagai kekuatan riil
dan potensial di lapangan, serta lemahnya penegakan
hukum. Kebijakan terpusat telah
mematikan potensi dari pemerintah daerah, masyarakat
lokal atau adat, maupun potensi
jangka panjang dari keberlanjutan dan kelestarian sumber
daya alam dan kawasan konservasi
itu sendiri.
Melihat tingkat kerusakan yang terjadi dan aktivitas-aktivitas
yang sangat berpotensi
menjadi ancaman terhadap kawasan
konservasi.
Seiring dengan pertambahan
penduduk, pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi maka
tekanan terhadap sumber daya alam
menjadi semakin besar, karena tingkat kebutuhan dan
kepentingan terhadap sumber daya
alam juga semakin tinggi. Hal ini dapat dilihat dari
berbagai kenyataan betapa pembukaan
hutan, kegiatan pertambangan dan eksploitasi
sumber daya alam lainnya dari tahun
ke tahun bukannya menurun, akan tetapi semakin
besar. DenLaporan penelitian
tentang Kajian Hukum dan Kebijakan
Pengelolaan Kawasan
Konservasi di Indonesia: Menuju
Pengembangan Desentralisasi dan Peningkatan Peran
Serta Masyarakat yang dilakukan
oleh Lembaga Pengembangan Hukum Lingkungan
Indonesia/ Indonesian Center for Environmental Law
(ICEL) ini, yang didukung oleh
Natural Resource Management 2
(NRM2) bermaksud untuk mengkaji kebijakan dan
hukum terkini yang berkaitan dengan
pengelolaan kawasan konservasi. Penekanan utama
ditujukan untuk melihat sejauhmana
semangat desentralisasi dan peran serta masyarakat -
- sebagai prasyararat penting yang
seharusnya ada dalam pengelolaan kawasan konservasi
dijadikan sebagai bagian dari
kebijakan yang ada, dalam kaitannya dengan berbagai
tantangan yang ada, baik saat ini
maupun dimasa yang akan datang.
Hak-hak Masyarakat Hukum Adat dan
anggota-anggotanyang untuk memungut hasil
hutan yang didasarkan atas suatu
peraturan hukum adat sepanjang menurut kenyataannya
masih ada, pelaksanaannya perlu
ditertibkan sehingga tidak mengganggu pelaksanaan
penguasaan hutan. Sementara itu, di
dalam areal hutan yang sedang dikerjakan dalam
rangka pengusahaan hutan,
pelaksanaan hak rakyat untuk memungut hasil hutan
dibekukan. Disinilah sebenarnya akar dari berbagai
ancaman dan konflik di dalam
pengelolaan sumber daya alam
termasuk pengelolaan kawasan konservasi. Masyarakat
Adat dihilangkan akses dan
kemampuannya untuk menentukan pengelolaan sumber daya
alam yang terdapat di sekitar
mereka.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
a. Perencanaan partisipatif dan feksibel sesuai
dengan karakteristik wilayah.
b. Fleksibel, akomodatif, partisipatif dan
kesadaran akan tanggung jawab sosial.
c. Keterbukaan, kebersamaan, saling memahami dan
pembelajaran bersama.
d. Bersinergi dan terintegrasi dengan
program-program Pemerintah Daerah.
e Pendekatan dan kerjasama kelembagaan dengan
hak dan kewajiban yang jelas.
Leveling the Playing Field Project Pengelolaan Hutan
Bersama Masyarakat (PHBM)
g. Peningkatan
kesejahteraan masyarakat desa hutan.
h. Pemberdayaan
masyarakat desa hutan secara berkesinambungan.
i. Mengembangkan dan meningkatkan usaha
produktif menuju masyarakat mandiri dan hutan lestari.
B.
SARAN
1.
Perlu
ada tinjauan khusus kepada masyarakat tentang pemahaman pengelolaan kawasan
konservasi oleh Dinas terkait.
2.
mengambil
sumber daya hutan terlebih dahulu memahami kaida-kaida kelestarian hutan.
3.
Untuk
menjaga keseimbangan ekosistem perlu ada sosialisasi-sosialisasi kepada
masyarakat hak wilayah oleh Dinas persangkutan atau melalui LSM.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Panduan Kehutanan Indonesia. Dephutbun RI. Jakarta.
Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999.
Undang-undang Nomor 41
Tahun 1999 tentang Kehutanan. Dephutbun RI. Jakarta.
Departemen Kehutanan.
2001. Keputusan Menteri Kehutanan
No. 70/Kpts-II/2001 tentang Penetapan Kawasan Hutan, perubahan status dan
fungsi kawasan hutan.
Jakarta.
Departemen
Kehutanan. 2002. Peraturan Pemerintah RI No. 34 tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan
Hutan,Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan. Jakarta.
Zain,
AS. 1996. Hukum lingkungan Konservasi Hutan. Penerbit
Rineka Cipta.Jakarta.
Zain, AS.
1997. Aspek Pembinaan kawasan
Hutan dan stratifikasi Hutan Rakyat.
Penerbit Rineka cipta.
Jakarta.